Rabu, 26 Juli 2017

Sebab Semesta pun Tahu

By : Firman Nofeki
Bukankah kehidupan ini cantik, sayangku
Secantik rasa yang kini kita genggam
Kubelai jemari angan untuk sekedar merasakan hadir yang tak teraba oleh mata
Lara yang tak teobati oleh tabahnya doa
Bukankah kehidupan ini baik,sayangku
Dipinjaminya kita asmara dari romantisnya semesta
Diberinya kita pertemuan, jarak dan penjara waktu
Sebab ia tahu, kita mampu menjaga meski dalam keadaan serumit apa

Payakumbuh, 26072017
 

Jumat, 05 Mei 2017

Menulis :Antara Publikasi dan Mimpi



Menulis :Antara Publikasi dan Mimpi

By: Firman Nofeki
Saya teringat kata-kata penulis hebat indonesia mbak  Helvi Tiana Rosa ‘’ketika seseorang menulis maka ia baru saja memperpanjang usianya’’.  perkataan Helvi Tiana Rosa tersebut mengisyaratkan bahwa menulis itu ibarat menambal umur. Betapa tidak, melalui tulisan seseorang bisa dikenal lebih lama, bahkan lebih lama dari usia. Ketika sebuah ide, gagasan, imajinasi dan sebagainya dituangkan dalam sebuah tulisan, diterbitkan dalam sebuah buku, dan dibaca oleh banyak orang, maka nama pengarangnya tidak pernah mati bahkan dari generasi ke generasi.
Mimpi menulis buku adalah mimpi memberi jutaan inspirasi. Dengan tulisan kita dapat menebar kebaikan. Sebab Satu pena mampu mengalirkan jutaan makna dan motivasi. Dengan tulisan kita mampu mengubah kehidupan banyak orang. Kita mampu mengubah si bodoh menjadi cerdas dan si dungu menjadi berilmu. Mimpi menulis bukan mimpi untuk menghidupi diri sendiri, namun mimpi untuk sejuta umat yang harus diwujudkan sepanjang hayat
            Kita lihat saja contohnya Buya Hamka. Kita pasti pernah mengenal Mahakarya nya Dibawah lindungan Ka’bah, Tenggelamnya kapal van der wijck, merantau ke deli dan sebagainya, semua merupakan karya agung yang luar biasa yang masih dibaca hingga sa’at ini. Meskipun generasi telah berganti,buku-buku hebatnya masih diminati.
Dalam setiap periode kepenulisan selalu memunculkan pula para penulis yang menjadi ikon dalam setiap zamannya. Kita pun kemudian mengenal Marah Rusli, Armyn Pane, Sanusi Pane, H.B. Jassin, Sutan Takdir Alisyahbana, Pramudya Ananta Toer, Chairil Anwar, Sitor Situmorang, Subagio Sastrowardojo, Ajip Rosidi, Gunawan Muhamad, Putu Wijaya, Laila S. chudori, Afrizal Malna, Acep Zamzam Noor, Soni Farid Maulana, dan lain-lain sebagai tokoh-tokoh penulis hebat yang memiliki kredibilitas di dunia kepenulisan karena telah mencatatkan diri sebagai penulis produktif pada masanya sehingga menjadi referensi kreatif untuk generasi selanjutnya yaitu kita.
Jika kita mau flashback lebih jauh ke belakang, ke era dimana tinta emas dari pena para ulama ikut andil dalam kemajuan peradaban. Buku-buku dari seluruh dunia dikumpulkan, diterjemahkan dan dibaca. Setelah itu Ribuan karya fenomenal bermunculan dan diterbitkan. Ibnu sina misalnya. Di dunia barat beliau dikenal dengan julukan Avicena. Karya  beliau “Al-Qanun fi Thibb” yaitu dasar-dasar ilmu kedokteran menjadi tonggak dasar ilmu kedoteran di seluruh dunia sampai hari ini. Andaikan karya-karya mereka itu tidak dibukukan dan diterbitkan, barangkali ilmu pengetahuan itu akan terkubur bersamaan dengan runtuhnya dinasti Abbasiyah. Dengan membaca kita mengenal dunia, namun dengan menulis kita dikenal oleh dunia.
Muan Ibnu Zaidah dalam buku penyair arab modern, Adonis mengungkapkan bahwa ‘’tangan yang tak dipergunakan menulis maka tangan tersebut adalah kaki’’. Ungkapan mengisyaratkan kepada kita bahwa setinggi apapun ilmu seseorang ketika ia tidak menulis maka ia sama saja dengan hewan yang pandai. Sebab tangan adalah sahabat karib otak. Sebuah perasaan, ide atau gagasan jika hanya tersimpan dalam otak maka ia akan hilang dan musnah. Namun berbeda halnya jika dituliskan dengan ia akan menjadi produk kreativitas yang bermanfaat dan hidup dalam sejarah.
Persoalannya sa’at sekarang ini masih banyak orang berkata menulis itu sulit. Kita kadang terlalu kokoh berasumsi menulis itu bakat, dan sudah terlebih dahulu gagal sebelum mencoba. Menulis itu ibarat orang belajar naik sepeda. Pada awalnya mengerikan untuk dibayangkan, sebab takut terjatuh, namun ketika sudah lancar terasa mudah dan menyenangkan. Menulis hanya kebiasaan yang perlu sedikit dipaksakan. ‘’Menulis buku itu gampang’’ kata jonru, kuncinya hanya mau, mau dan mau.
Menulis itu kompetensi yang dilejitkan melalui banyak membaca. Ibarat makanan, membaca akan memperkaya tulisan dengan bumbu-bumbu kata yang berkualitas, sehingga karya yang disungguhkan adalah karya yang bermutu. Kosa kata yang banyak membuat ide mengalir dengan bebas. Kosa kata yang terbatas ketika menulis membuat seseorang mudah jenuh dan malas.
Semua tidak cukup sampai disitu saja. Setelah punya keinginan untuk menulis dan banyak membaca, dibutuhkan konsistensi dan rutinitas. Apa hal tersebut perlu? Sangat perlu, karena disinilah produktivitas penulis terlihat bukan hanya keinginan sesa’at.
Praktek, praktek dan praktek. Ini adalah yang dilakukan oleh penulis  produktif. Jadwalkan setiap hari waktu untuk menulis sesuatu. Kesampingkan  fikiran tentang kualitas dan kesalahan gramatikal, dengan begitu seseorang akan secara natural memiliki naluri penulis yang terlatih .
Memilih jalan menjadi seorang penulis adalah memilih jalan kreativitas, di mana setiap isi hati dan fikiran ditumpahkan dengan total. Berani menulis dan menerbitkannya merupakan bentuk dari totalitas. Jika hanya tertidur di fikiran ia hanya akan menjadi mimpi. Jika hanya terkubur dalam diary ia hanya akan menjadi bahasa bisu.  Sebab produk utama dari tulisan itu adalah buku, sasaran utamanya adalah masyarakat luas, tujuan utamanya adalah kepuasan dan menginspirasi bagi pembaca.
Dengan menulis dan menerbitkannya kita bisa menyambung rentetan sejarah panjang yang telah ada sebelumnya untuk kita teruskan sebagai warisan buat generasi selanjutnya. Sehingga suatu saat kelak orang-orang akan tetap mengingat bahwa ada seseorang yang pernah terlahir dan meninggalkan sebuah karya yang tetap hidup sepanjang zaman. Dan orang tersebut adalah kita, yang tetap abadi dalam tulisan-tulisan yang kita hasilkan. 










#Artikel ini ditulis ketika kegiatan Shortcourse Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa 2017

Minggu, 27 Maret 2016

Puisi-puisi Firman Nofeki di Padang Ekpres 27 Maret 2016


Serenada Subuh
engkau bersembunyi entah di bilangan raka’at yang mana?
di ruang zikir yang ku ucap? atau di beranda sepi do'a-do'a?
sa'at kubuka ingatan, hanya bayangmu meninta
dalam nyanyian gerimis bermelodi lenting angin
akulah sayup yang berharap sampai di pusaran batinmu

batas itu menyatu dalam lanskap do'a
sadarku mendamba
pada engkau yang kurayu dalam mata
jantung bergetar disentuhi pesona
nanar dalam rasa yang betapa
seribu makna berurat pada puisi yang kutanam dalam rindu
sampai Tuhan memekarkan senyum kita di permukaan senja

Januari,2016


Lanskap Senja

Kupetik senja dalam setampuk kecemasan
Setangkai nada memainkan kata-kata, dalam sendiriku, sintia
dalam angan yang begitu berjarak dari kepala
tabah kusiangi bayangmu
merambah segala yang ditumbuhi rindu
demi cinta, kadang kita rela melipat luka dibilik sendu
hingga dimabuk cinta membuatku tau
bahwa patah hati tidak lagi memiliki rasa
                                                                                                                       
pernahkah kau eja bahasa petualang di gua terpencil dalam jiwaku Sintia?
mencarimu ke sebuah hari yang bersilang teka-teki
namun yang mampu kujengkal hanyalah puisi
mata yang kuseka adalah bulir-bulir waktu meresapi sepi
begitulah cara luka membasuh kering peristiwa di kristal-kristal hati

maret,2016

Sabtu, 19 Maret 2016

penantian quotes


saya tahu menunggu itu melelahkan
tapi bersabarlah untuk pertemuan yang masih dirahasiakan
karena Tuhan merentangkan jarak tidak hanya sebatas ujian
ada simpul iman yang mesti kita teguhkan
agar cinta tidak terurai hanya karena satu kali sentakan...
 — firman nofeki 

Lanskap Senja

Kupetik senja dalam setampuk kecemasan
Setangkai nada memainkan kata-kata, dalam sendiriku
dalam angan yang begitu berjarak dari kepala
tabah kusiangi bayangmu
merambah segala yang ditumbuhi rindu
demi cinta, kadang kita rela melipat luka dibilik sendu
hingga dimabuk cinta membuatku tau
bahwa patah hati tidak lagi memiliki rasa
                                                                                                                      
pernahkah kau eja bahasa petualang di gua terpencil dalam jiwaku?
mencarimu ke sebuah hari yang bersilang teka-teki
namun yang mampu kujengkal hanyalah puisi
mata yang kuseka adalah bulir-bulir waktu meresapi sepi
begitulah cara luka membasuh kering peristiwa di kristal-kristal hati


maret,2016

Kamis, 07 Januari 2016


hujan yang kau panen adalah rindu yang rimbun di dadaku
kusemai di langit-langit doa penantianmu_
                                                               firman nofeki

Rabu, 06 Januari 2016

Do'aku adalah diam yang menjaga irama-irama jiwa
Memecah sunyi yang geram
Yang lebih tajam dari reruncing jarum-jarum jam
Do'a | adalah setabah-tabah caraku menjaga kita
dari rentang jarak yg rentan melilit luka_
                                                            Firman Nofeki


                                                                                                      

Jumat, 01 Januari 2016

RESENSI NOVEL TITIK BALIK KARYA Rani Rachmani Moediarta



TITIK KEHIDUPAN YANG TERLUPAKAN



Judul Buku                  :           Titik Balik
Penulis                         :           Rani Rachmani Moediarta
Penerbit                       :           Exchange Publishing
Tahun Terbit                :           Cetak Pertama, 2015
Tempat Terbit              :           Tanggerang Selatan, Banten
Tebal Halaman            :           272 hlm ; 14 X 21 cm
Genre                          :           Novel
Harga                          :           RP 65.000,00
Warna Cover               :           Hijau
Resensiator                  :           Firman Nofeki




Buku ini berjudul ‘’Titik Balik’’ karya Rani Rachmani Moediarta. Dicetak pertama kali tahun 2015. Di dalam novel ini terdapat kata-kata yang memberikan titik inspirasi bagi pembaca. Menceritakan tentang seorang anak perempuan bernama Rani (tokoh utama). Masa kecilnya ia habiskan di Pendawan pedalaman Kalimantan. Di desa inilah ia menghabiskan masa SD hingga SMP nya. Sejak kecil, orang tuanya berpisah, dan ia hidup tanpa kasih sayang seorang ayah. Namun hal itu tidak membuatnya kekurangan apapun. Ia tumbuh menjadi anak perempuan yang amat periang. Hingga ibunya memutuskan menikah lagi.
            Ketika SMP ayah tirinya mengalami kebangrutan. Kehidupan rumah tangga yang hanya ditopang dari penghasilan sebuah rumah makan kecil sangat tidak mencukupi. Ditambah lagi ia telah memiliki 3 orang adik tiri. Hingga akhirnya sebuah kebetulan mempertemukannya kembali dengan ayah kandungnya , setelah 15 tahun berpisah. Setelah 3 tahun tinggal dengan ayah kandung dan keluarga barunya, ia mengalami tekanan perasaan. Ia tidak merasa nyaman dengan suasana yang jauh berbeda.
            Sewaktu tamat SMA, Rani dekat dengan putra seorang kiai bernama Rajul, yang merupakan pilihan ayahnya. Tetapi setelah lama berhubungan, perasaan yang ia rasakan bukanlah perasaan asmara, melainkan hanya sebatas kakak-adik. Ia merasa hanya hidup dalam kebohongan dan mendustai diri sendiri. Karena tidak ingin membuat ayahnya kecewa, ia lari dan terdampar di Pulau Kepa.
            Perjalanan Rani keliling Nusa Tenggara dan singgah di Pulau Kepa adalah perjalanan untuk mengambil jeda dari tekanan batin yang dialaminya. Persoalan dalam keluarga dan dunia pekerjaannya di sebuah harian internasional yang mencakup wilayah Asia-Pasifik membuat dia bosan. Namun semesta mempunyai kehendak lain. Seorang laki-laki misterius telah menunggunya disana. Lelaki yang mengajarkannya tentang pencarian jati diri dan ketenangan batin. Membimbingnya untuk pulang ke tempat yang lebih dekat daripada kampung halaman masa kecilnya, yaitu pulang ke dalam dirinya sendiri. Mencari sesuatu yang belum pernah ia temukan selama perjalanan hidupnya. Satu titik kehidupan yang terlupakan. Sebuah muara paling dekat bernama Tuhan.
            Tidak ada kata ‘’kebetulan’’ dalam perjalanan kehidupan manusia. Setiap kejadian memiliki ritme alur untuk manusia bergerak maju ke depan. Dan akan tiba di satu titik, dimana manusia perlu menarik diri dari segala rutinitasnya. Titik balik. Membaca novel karangan Rani Rachmani Moediarta ini seolah ingin mengingatkan kita untuk tidak lupa akan akar kejadian manusia. Manusia berasal dari satu Dzat yang sama. Dan setiap persoalan yang ada dikembalikan pada Dzat tersebut, Tuhan.
            Latar belakang orang tuanya yang telah berpisah sejak ia kecil tidak menghalanginya untuk tumbuh dalam rangkulan orang-orang yang menyayanginya. Inilah mengapa peranan lingkungan sangat mendukung sekali pertumbuhan dan perkembangan seorang anak di masa depan. Rasa peduli dan rasa simpati dari saudara, kerabat, ataupun tetangga, dapat menjadi benih yang menetukan pertumbuhan pohon pengetahuan serta wawasan seorang anak.
            Dalam novel ini, sosok Rani dituntun oleh seorang laki-laki misterius yang dipanggilnya Avatar. Dalam mitologi Hindu, Avatar diyakini adalah Tuhan yang turun ke bumi dalam wujud manusia, untuk menuntun menemukan kebahagiaan sejati. Ia mengajari Rani bagaimana mengembalikan keberagaman persoalan keduniaan kembali kepada titik ketunggalan, yaitu  Tuhan. Inilah yang sering tidak diketahui oleh orang-orang. Sering mencerca takdir karena kecamuk masalah yang mereka alami, namun lupa bahwa diri sendirilah yang menjadi benang untuk menjalin jarring-jaring persoalan kehidupan ini. Selalu lari dari kenyataan, dan melupakan Tuhan tempat mengadukan segala urusan.
            Titik Balik sesungguhnya mengisyaratkan tentang seseorang yang merindui susuatu yang dicarinya kesana kemari. Sementara sesungguhnya sesuatu itu sangat dekat dengan dirinya sendiri. Tidak ada jarak antara diri dengan titik balik itu, yang perlu dilakukan adalah membangun jempatan iman (kepercayaan) untuk memusatkan hati kepada titik keilahian.
            Novel ini diangakat dari kehidupan nyata tokoh utama yang cukup menarik. Memberikan titik inspirasi tentang bagaimana seharusnya cara kita mengurai kusut benang-benang hidup. Mengajari pembaca untuk dekat dengan Ilahi. Sejauh apapun mencari solusi dari masalah-masalah hidup, Tuhan adalah satu-satunya tempat untuk kembali.
            Sebuah novel dengan ritme cerita yang unik dan intens. Rani berhasil memadukan kisah masa kecilnya di kota Pontianak dengan perjalanannya mencari jati diri. Kehidupan masa kecilnya yang indah dan menyenangkan mampu diungkapkan dengan detil. Rani berhasil mengajak para pembaca untuk menyelami keindahan Pulau Kepa di Nusa Tenggara. Imajinasi akan ditelan dikedalaman permainan alurnya.
            Novel ini adalah kisah hidup sesosok perempuan yang penuh kerumitan. Bauran antara imajinasi dan pengalaman nyata dideskripsikan dengan bahasa yang tinggi metafora. Butuh kesabaran bagi pembaca untuk mencerna maknanya. menyadari tingkat imajinasi pembaca yang berbeda-beda, maka seorang pengarang perlu memilih diksi-diksi yang harus lebih sederhana.
            Lalu siapakah Avatar? Apakah dia benar-benar ada atau hanya fantasi Rani belaka? Disini dituntut kejelasan yang lebih konkrit tentang sosok yang menjadi inspirasi titik balik Rani tersebut. Membuat pembaca bertanya-tanya tanpa ada jawaban yang jelas kadang memberikan kejenuhan dalam membaca sebuah karya.
Novel ini mengajarkan kita, bahwa peranan orang tua, kerabat, dan lingkungan sangat mendukung sekali pertumbuhan dan perkembangan jati diri anak di masa depannya. Seperti sosok Rani dalam novel ini, dengan kasih sayang  cuma sebelah membuatnya sulit keluar dari persoalan-persoalan yang dia hadapi. Hanya bisa lari dari kenyataan-kenyataan yang tidak sesuai dengan keinginannya, namun lupa mengembalikan setiap masalah kehidupan kepada akar dari kehidupan, yaitu Tuhan.